Belajar dengan kesungguhan, akan membawakan hal yang baik dan memjadikan hidup kita lebih bermanfaat
Rabu, 16 Juni 2010
Pendidikan jasmani di sekolah Islam
Pendidikan jasmani merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari dan tidak menutup kemungkinan di dunia sekolahpun Penjas mempunyai peran penting dalam pendidikan, pembentukan karakter dan pengembangan diri. Bagaimana dengan keberadaan Penjas di Sekolah Islam yang notabene mereka melaksanakan kegiatan dengan menggunakang pakaian yang rapi dan menutup aurat. hal tersebut saya harapkan tidak mengganggu aktivitas Pendidikan jasmani mereka disekolah, dan hal itu harus menjadi suatu kebutuhan yang mendasar seperti halnya makan. esensi pendidikan jasmani merupakan sebuah pelajaran yang ada sisekolah dan diwajibkan dalam kurikulum. kenapa Penjas itu wajib??? mungkin jawabanya bisa kita temui dalam diri setiap pelaku pendidikan jasmani.
Mutu pendidikan dalam dunia keseharian memang cukup memberikan hal yang berari bagi kita, tuntutan pekerjaan yang banyak bisa menyebabkan diri kita lelah dan tidak teratur pola makan yang kita lakukan setiap harinya,,hal itu jika kita tidak kuat sistem imunya malah jadi bisa menyebabkan diri kita mudah sakit,pada akhirnya tuntutan pekerjaan yang kita lakukan terbengkalai dan tidak terselasaikan.
Nabi Muhammad memerintahkan bagi umatnya untuk mempelajari empat cabang olahraga,, diantaranya memanah, berkuda, berenang dan bergulat. Semua itu nabi perintahkan untuk diajarkan kepada kita semua dengan tujuan agar tubuh yang Allah berikan kepada kita, senantiasa kita jaga kesehatanya. Nah,, pada jaman sekarang banyak teknologi yang mengakibatkan manusia menjadi malas dan menggantungkan hidupnya pada mesin, hal ter sebut membuat dirikita lambat laun akan mengalami penurunan kwalitas gerak, yang pada akhirnya mengalami penyakit degeneratif atau hipokinetik (penyakit kurang gerak) yang pada saat ini di bangsa ini mulai melanda. Bagaimam cara kita untuk tidak terkena dampak negatif dari teknologi tersebut?? ya salah satunya dengan kita menyempatkan olahraga kesehatan dengan melakukanya 3-5 kali dalam seminggu.
Konsep penjas disekolah memiliki esensi yang kuat dalam kehidupan sehari-hari,, bukan utnuk bidang prestasi saja tetapi yang paling penting adalah aplikasi dilingkungan sekitar. Disekolah mereka melakukan olahraga yang diprogramkan oleh para guru penjas, dan diluar saatnya untuk menjalankan isi dari penjas yang dipelajari di sekolah, sebagai mana yang tertera dalam tujuan pembelajaran dalam RPP,, ada kata jujur, kerjasama, fairflay, tanggung jawab, pantang mengeluh, berani.dll..
pertanyaan kita sejauh mana kita mampu memberikan pemahaman itu kepada anak didik kita... dan sejauhmana kita memberikan teladan kepada anak didik kita dengan melaksanakan segala tujuan materi penjas di sekolah.
Senin, 14 Juni 2010
pembinaan komponen kebugaran jasmani.
urian selanjutnya akan dijekaskan pentingya pembinaan komponen kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan melalui pendidikan jasmani disekolah dan dalam kehidupan sehari-hari para siswa. adapun komponen kebugaran jasmani meliputi daya tahan jantung paru, kekuatan , daya tahan otot dan kelentukan.
1. komponen daya tahan jantung paru.
Daya tahan jantung paru adalah kesanggupan sistem jantung paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada saat beraktivtas sehari-hari dalam waktu cukup lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Daya tahan jantung paru (VO2 max ) adalah kesanggupan sistem jantung, paru,dan pembuluh darah untuk berfungsi secara maksimal pada keaadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkanya ke jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh ( cleland dkk,2005).
Daya tahan jantung ini dapat ditingkatkan dengan latihan yang direncanakan secara sistematis serta meningktkan kemampuan sistem peredaran darah untuk mengantarkan oksigen ke otot( foss dan keteyian, 1998). (beltasar tarigan 09, fpok upi)
urian selanjutnya akan dijekaskan pentingya pembinaan komponen kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan melalui pendidikan jasmani disekolah dan dalam kehidupan sehari-hari para siswa. adapun komponen kebugaran jasmani meliputi daya tahan jantung paru, kekuatan , daya tahan otot dan kelentukan.
1. komponen daya tahan jantung paru.
Daya tahan jantung paru adalah kesanggupan sistem jantung paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada saat beraktivtas sehari-hari dalam waktu cukup lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Daya tahan jantung paru (VO2 max ) adalah kesanggupan sistem jantung, paru,dan pembuluh darah untuk berfungsi secara maksimal pada keaadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkanya ke jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh ( cleland dkk,2005).
Daya tahan jantung ini dapat ditingkatkan dengan latihan yang direncanakan secara sistematis serta meningktkan kemampuan sistem peredaran darah untuk mengantarkan oksigen ke otot( foss dan keteyian, 1998). (beltasar tarigan 09, fpok upi)
Belajar.
A. Hasil Belajar
Pengertian hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelumbelajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan dalam muatan serta isi pelajaran yang telah dipelajari .
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar:
a. Keterampilan dan kebiasaan
b. Pengetahuan dan pengertian
c. Sikap dan cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Belajar adalah perubahan yang bersifat menetap dalam perilaku atau potensi perilaku yang merupakan hasil dan pengalaman dan tidak dicirikan oleh keadaan-keadaan diri yang sifatnya sementara seperti yang disebabkan oleh sakit, kelelahan, atau obat-obatan, seperti yang dikatakan oleh Hergenhehn dan Olson (1993:159) dalam buku Agus Mahendra. Para ahli teori belajar banyak yang setuju bahwa belajar hanyalah sebagai suatu proses yang menengahi (to mediate) perilaku.
Belajar merupakan sesuatu yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman tertentu mendahului perubahan perilaku, sehingga belajar hanya berstatus sebagai intervening variabel. Artinya suatu proses teoritis yang dianggap berlangsung diantara stimulus dan responnya. Sumadi Suryabrata (1974) dalam Agus Mahendra (2007:161) menerangkan tentang belajar sebagai berikut :
”Belajar merupakan upaya yang sengaja untuk memperoleh perubahan tingkah laku, baik
yang berupa pengetahuan maupun keterampilan”
Selain itu, pengertian belajar menurut Bigge (1982) mendefinisikan belajar sebagai berikut :
“suatu perubahan yang bertahan lama dalam kehidupan individu dan tidak dilahirkan didahului oleh warisan keturunan”
Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan yang berkaitan dengan perilaku seseorang, yang bersifat menetap, melalui proses belajar yang berulang-ulang. Ketika proses pembelajaran berlangsung terjadi banyak perubahan dalam sistem saraf pusat, perubahan tersebut terjadi karena pengalaman berbagai kemampuan dan pengalaman gerak dalam sistem memori otak. Proses inilah yang biasanya menetapkan perubahan yang terjadi agar relatif menetap. Agar perubahan yang terjadi dianggap sebagai hasil belajar, sangat penting untuk meyakini bahwa faktor latihanlah yang akan mempengaruhi penampilan secara menetap. Proses pembelajaran yang dialami manusia menempuh tiga jalur utama, yaitu :
Domain Psikomotor
Bloom dan Krathwohl (Arma Abdoellah dan Agusmanaji, 1994) aspek psikomotor menyangkut jasmani, keterampilan motorik yang mengintegrasikan secara harmonis sistem syaraf dan otot-otot.
Domain Kognitif
Bloom dan Krathwohl (Arma Abdoellah dan Agusmanaji, 1994) menyatakan bahwa aspek kognitif meliputi fungsi intelektual, seperti pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan berpikir.
Domain Afektif
Menurut Bloom dan Krathwohl (Arma Abdoellah dan Agusmanaji: 1994) ranah afektif menyangkut perasaan, moral, dan emosi
Konsep Belajar keterampilan Gerak
Konsep belajar gerak pada prisipnya tidak dapat dipisahkan dari konsep belajar pada umumnya. Karena itu membahas keterampilan gerak, perlu dibahas terlebih dahulu beberapa teori secara umum, antara lain pendapat Nasution (1995:35) bahwa “ belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah ada laboratorium atau dalam lingkungan alamiah)”, kemudian Magill(1985:22) menguraikan “learning is achange in the internal state of person that result from practice of experience an must be inferred from the observation of the person’s performance”. Maksudnya adalah belajar adalah perubahan kondisi internal seseorang sebgai hasil latihan atau pengalaman,dan perubahan itu dapat dilihat berdasarkan performannya.
Usia kanak-kanak merupakan masa yang ideal untuk mempelajari keterampilan motorik. Masa ideal belajar keterampilan secara umum berkisar usia 3-13 tahun. Periode anak kecil dapat dianggap sebagai masa belajar keterampilan. Apabila anak-anak tidak diberi kesempatan mempelajari keterampilan tertentu, mereka akan kurang memiliki dasar keterampilan yang telah dipelajari oleh teman-teman sebayanya, dan akan kurang memiliki motivasi untuk mempelajari berbagai keterampilan ketika diberi kesempatan.
Keterampilan yang diberikan untuk anak, bergantung sebagian pada kesiapan kematangan, terutama kesempatan yang diberikan untuk mempelajari dan bimbingan yang diperoleh dalam menguasai keterampilan secara tepat, cepat dan efisien. Terdapat tahapan pembelajaran gerak menurut Fitts and Posner (1991:235) yang dikutip oleh Agus Mahendra, melalui tiga tahapan belajar yang dapat di identifikasikan sebagai berikut :
1. Tahap verbal-cognitif, dalam tahapan ini, tugas yang harus dipelajari benar-benar tugas baru untuk pemula, sebagai pemula biasanya akan dibingungkan dengan banyak keputusan yang harus dibuat. Tujuan pengajaran ini adalah memungkinkan pelajar menstransfer informasi dari pembelajaran masa lalu ke tingkat keterampilan awal.
2. Tahap gerak, oleh Richard A (1985:236). disebut associative stage. Dalam tahap ini fokusnya berpindah pada pengorganisasian pola-pola gerakan yang lebih efektif untuk menghasilkan aksi. Dalam tahap ini, tingkat keterampilan naik dengan cepat dari tahap sebelumnya. Pelajar mulai menunjukan stance dan kontrol yang konsisten.
3. Tahap otonomi, tahap ini melibatkan perkembangan aksi otomatis yang tidak memerlukan adanya perhatian. Schmidt (1991:237) menggambarkan kejadian ini dengan melihatnya sebagai perkembangan program motorik yang dapat mengontrol aksi untuk waktu yang relatif lama.
Pengertian perkembangan motorik menurut Sugianto (1993), menjelaskan tentang perkembangan motorik yaitu perkembangan penguasaan derajat pengendalian gerakan-gerakan tubuh melalui koordinasi kerja/fungsional antara sistem persyarafan dan sistem perototan.
Pencapaian suatu keterampilan dianggap dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut secara umum dibedakan menjadi tiga faktor yaitu :
1. Faktor proses belajar mengajar
Dalam hal proses pembelajaran gerak, proses belajar yang harus diciptakan adalah yang dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang digariskan oleh teori belajar yang diyakini kebenarannya serta dipilih berdasarkan nilai manfaatnya. Berbagai tanda serta langkah yang bisa menimbulkan berbagai perubahan dalam perilaku peserta didik ketika sedang belajar gerak harus diupayakan kehadirannya.
2. Faktor pribadi
Dengan mengakui adanya perbedaan-perbedaan tersebut di atas pada siswa yang mempelajari gerak, maka tidak mengherankan pula bahwa kesuksesan seseorang dalam menguasai sebuah keterampilan gerak banyak juga ditentukan oleh ciri-ciri atau kemampuan dan bakat dari orang yang bersangkutan. Semakin baik kemampuan dan bakat anak dalam keterampilan tertentu, maka akan semakin mudahlah untuk menguasai keterampilan dimaksud. Ini semua membuktikan bahwa faktor pribadi merupakan sesuatu yang mempengaruhi penguasaan keterampilan.
Faktor situasional sebenarnya berhubungan dengan faktor lingkungan serta faktor-faktor lain yang mampu memberikan perubahan makna dan situasi pada kondisi pembelajaran. Faktor ini pada pelaksanaannya akan mempengaruhi proses pembelajaran serta kondisi pribadi anak. Penggunaan peralatan serta media belajar, secara tidak langsung atau tidak tentu akan berpengaruh pada minat dan kesungguhan siswa dalam proses belajar yang akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan mereka dalam menguasai keterampilan yang sedang dipelajari.
Dalam belajar gerak, proses pembelajaran merupakan hal sangat penting dalam penguasaan keterampilan gerak, tanpa belajar yang teratur maka tujuan belajar gerak tidak akan tercapai.
Pengertian hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelumbelajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan dalam muatan serta isi pelajaran yang telah dipelajari .
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar:
a. Keterampilan dan kebiasaan
b. Pengetahuan dan pengertian
c. Sikap dan cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Belajar adalah perubahan yang bersifat menetap dalam perilaku atau potensi perilaku yang merupakan hasil dan pengalaman dan tidak dicirikan oleh keadaan-keadaan diri yang sifatnya sementara seperti yang disebabkan oleh sakit, kelelahan, atau obat-obatan, seperti yang dikatakan oleh Hergenhehn dan Olson (1993:159) dalam buku Agus Mahendra. Para ahli teori belajar banyak yang setuju bahwa belajar hanyalah sebagai suatu proses yang menengahi (to mediate) perilaku.
Belajar merupakan sesuatu yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman tertentu mendahului perubahan perilaku, sehingga belajar hanya berstatus sebagai intervening variabel. Artinya suatu proses teoritis yang dianggap berlangsung diantara stimulus dan responnya. Sumadi Suryabrata (1974) dalam Agus Mahendra (2007:161) menerangkan tentang belajar sebagai berikut :
”Belajar merupakan upaya yang sengaja untuk memperoleh perubahan tingkah laku, baik
yang berupa pengetahuan maupun keterampilan”
Selain itu, pengertian belajar menurut Bigge (1982) mendefinisikan belajar sebagai berikut :
“suatu perubahan yang bertahan lama dalam kehidupan individu dan tidak dilahirkan didahului oleh warisan keturunan”
Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan yang berkaitan dengan perilaku seseorang, yang bersifat menetap, melalui proses belajar yang berulang-ulang. Ketika proses pembelajaran berlangsung terjadi banyak perubahan dalam sistem saraf pusat, perubahan tersebut terjadi karena pengalaman berbagai kemampuan dan pengalaman gerak dalam sistem memori otak. Proses inilah yang biasanya menetapkan perubahan yang terjadi agar relatif menetap. Agar perubahan yang terjadi dianggap sebagai hasil belajar, sangat penting untuk meyakini bahwa faktor latihanlah yang akan mempengaruhi penampilan secara menetap. Proses pembelajaran yang dialami manusia menempuh tiga jalur utama, yaitu :
Domain Psikomotor
Bloom dan Krathwohl (Arma Abdoellah dan Agusmanaji, 1994) aspek psikomotor menyangkut jasmani, keterampilan motorik yang mengintegrasikan secara harmonis sistem syaraf dan otot-otot.
Domain Kognitif
Bloom dan Krathwohl (Arma Abdoellah dan Agusmanaji, 1994) menyatakan bahwa aspek kognitif meliputi fungsi intelektual, seperti pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan berpikir.
Domain Afektif
Menurut Bloom dan Krathwohl (Arma Abdoellah dan Agusmanaji: 1994) ranah afektif menyangkut perasaan, moral, dan emosi
Konsep Belajar keterampilan Gerak
Konsep belajar gerak pada prisipnya tidak dapat dipisahkan dari konsep belajar pada umumnya. Karena itu membahas keterampilan gerak, perlu dibahas terlebih dahulu beberapa teori secara umum, antara lain pendapat Nasution (1995:35) bahwa “ belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah ada laboratorium atau dalam lingkungan alamiah)”, kemudian Magill(1985:22) menguraikan “learning is achange in the internal state of person that result from practice of experience an must be inferred from the observation of the person’s performance”. Maksudnya adalah belajar adalah perubahan kondisi internal seseorang sebgai hasil latihan atau pengalaman,dan perubahan itu dapat dilihat berdasarkan performannya.
Usia kanak-kanak merupakan masa yang ideal untuk mempelajari keterampilan motorik. Masa ideal belajar keterampilan secara umum berkisar usia 3-13 tahun. Periode anak kecil dapat dianggap sebagai masa belajar keterampilan. Apabila anak-anak tidak diberi kesempatan mempelajari keterampilan tertentu, mereka akan kurang memiliki dasar keterampilan yang telah dipelajari oleh teman-teman sebayanya, dan akan kurang memiliki motivasi untuk mempelajari berbagai keterampilan ketika diberi kesempatan.
Keterampilan yang diberikan untuk anak, bergantung sebagian pada kesiapan kematangan, terutama kesempatan yang diberikan untuk mempelajari dan bimbingan yang diperoleh dalam menguasai keterampilan secara tepat, cepat dan efisien. Terdapat tahapan pembelajaran gerak menurut Fitts and Posner (1991:235) yang dikutip oleh Agus Mahendra, melalui tiga tahapan belajar yang dapat di identifikasikan sebagai berikut :
1. Tahap verbal-cognitif, dalam tahapan ini, tugas yang harus dipelajari benar-benar tugas baru untuk pemula, sebagai pemula biasanya akan dibingungkan dengan banyak keputusan yang harus dibuat. Tujuan pengajaran ini adalah memungkinkan pelajar menstransfer informasi dari pembelajaran masa lalu ke tingkat keterampilan awal.
2. Tahap gerak, oleh Richard A (1985:236). disebut associative stage. Dalam tahap ini fokusnya berpindah pada pengorganisasian pola-pola gerakan yang lebih efektif untuk menghasilkan aksi. Dalam tahap ini, tingkat keterampilan naik dengan cepat dari tahap sebelumnya. Pelajar mulai menunjukan stance dan kontrol yang konsisten.
3. Tahap otonomi, tahap ini melibatkan perkembangan aksi otomatis yang tidak memerlukan adanya perhatian. Schmidt (1991:237) menggambarkan kejadian ini dengan melihatnya sebagai perkembangan program motorik yang dapat mengontrol aksi untuk waktu yang relatif lama.
Pengertian perkembangan motorik menurut Sugianto (1993), menjelaskan tentang perkembangan motorik yaitu perkembangan penguasaan derajat pengendalian gerakan-gerakan tubuh melalui koordinasi kerja/fungsional antara sistem persyarafan dan sistem perototan.
Pencapaian suatu keterampilan dianggap dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut secara umum dibedakan menjadi tiga faktor yaitu :
1. Faktor proses belajar mengajar
Dalam hal proses pembelajaran gerak, proses belajar yang harus diciptakan adalah yang dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang digariskan oleh teori belajar yang diyakini kebenarannya serta dipilih berdasarkan nilai manfaatnya. Berbagai tanda serta langkah yang bisa menimbulkan berbagai perubahan dalam perilaku peserta didik ketika sedang belajar gerak harus diupayakan kehadirannya.
2. Faktor pribadi
Dengan mengakui adanya perbedaan-perbedaan tersebut di atas pada siswa yang mempelajari gerak, maka tidak mengherankan pula bahwa kesuksesan seseorang dalam menguasai sebuah keterampilan gerak banyak juga ditentukan oleh ciri-ciri atau kemampuan dan bakat dari orang yang bersangkutan. Semakin baik kemampuan dan bakat anak dalam keterampilan tertentu, maka akan semakin mudahlah untuk menguasai keterampilan dimaksud. Ini semua membuktikan bahwa faktor pribadi merupakan sesuatu yang mempengaruhi penguasaan keterampilan.
Faktor situasional sebenarnya berhubungan dengan faktor lingkungan serta faktor-faktor lain yang mampu memberikan perubahan makna dan situasi pada kondisi pembelajaran. Faktor ini pada pelaksanaannya akan mempengaruhi proses pembelajaran serta kondisi pribadi anak. Penggunaan peralatan serta media belajar, secara tidak langsung atau tidak tentu akan berpengaruh pada minat dan kesungguhan siswa dalam proses belajar yang akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan mereka dalam menguasai keterampilan yang sedang dipelajari.
Dalam belajar gerak, proses pembelajaran merupakan hal sangat penting dalam penguasaan keterampilan gerak, tanpa belajar yang teratur maka tujuan belajar gerak tidak akan tercapai.
Rabu, 09 Juni 2010
Makalah
Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Perawatan Dan Pencegahan Cedera (PPC)
Oleh:
Aang Solahudin Anwar
Nim 060168
PJKR B
PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2010
Posted on 10 juni 2010
Pencegahan Olahraga:
1. Pemeriksaan awal sebelum melakukan olahraga untuk menentukan ada tidaknya kontraindikasi dalam berolahraga
2. Melakukan olahraga sesuai dengan kaidah baik, benar, terukur dan teratur
3. Menggunakan sarana yang sesuai dengan olahraga yang dipilih (sepatu, kaos kaki, pelindung , dll)
4. Memperhatikan kondisi prasarana olahraga seperti permukaan lapangan harus rata, dll
5. Memperhatikan lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban udara sekelilingnya
Penatalaksanaan Cedera Olahraga
Pada umumnya penatalaksanaan cedera olahraga menggunakan prinsip RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) yang selalu diterapkan pada awal terjadinya cedera sebelum penanganan selanjutnya.
Indikasi RICE dilakukan pada cedera akut atau kronis eksaserbasi akut, seperti hematome (memar), sprain, strain, patah tulang tertutup, dislokasi setelah dilakukan reposisi. Kontraindikasi RICE pada kram otot, patah tulang terbuka, adanya luka pada kulit merupakan kontraindikasi penggunaan Ice dan Compression.
Penatalaksanaan cedera olahraga dengan:
a. Hentikan kegiatan olahraga
b. Lakukan prinsip RICE
1. Rest (istirahat). Bagian tubuh yang cedera harus segera diistirahatkan, karena gerakan aktif akan meningkatkan perdarahan dan pembengkakan yang terjadi sehingga nyeri akan berlanjut.
2. Ice (es). Bagian tubuh yang cedera dikompres dingin / es, bertujuan untuk terjadinya vasokontriksi lokal (pengurutan pembuluh darah lokal), mengurangi terjadinya perdarahan dan pembengkakan, mengurangi rasa nyeri, mengurangi reaksi inflamasi (peradangan) dan spasme otot. Mula-mula kompres dingin/es dilakukan selama 15-20 menit setiap 1-2 jam, kemudian frekwensi diturunkan secara bertahap sampai 24-48 jam disesuaikan dengan berat ringannya cedera yang terjadi.
3. Compression (balut tekan). Penggunaan bandage untuk balut telan pada daerah yang mengalami cedera akan menurunkan tingkat perdarahan dan mencegah terjadinya pembengkakan.
4. Elevation (meninggikan). Bagian badan yang mengalami cedera diposisikan lebih tinggi sehingga aliran arah ke bagian yang cedera berkurang. RICE dilakukan selama 24-48 jam pertama sejak terjadinya cedera. Setelah itu dapat dilakukan kombinasi kompres dingin dan hangat untuk memperbaiki vaskularisasi (sirkulasi) jaringan yang cedera.
c. Tidak boleh dilakukan pemijatan atau diurut.
DIarsipkan di bawah: Kesehatan Olahraga | Ditandai: cedera olahraga, kesehatan, Kesehatan Olahraga
Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga (2)
Written by David
Thursday, 19 March 2009 10:14
Spiritfutsal-19 Maret 2009, Jakarta
PENGOBATAN
Penatalaksanaan Cedera Olahraga
Pada umumnya penatalaksanaan cedera olahraga menggunakan prinsip RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) yang selalu diterapkan pada awal terjadinya cedera sebelum penanganan selanjutnya.
Indikasi RICE dilakukan pada cedera akut atau kronis eksaserbasi akut, seperti hematome (memar), sprain, strain, patah tulang tertutup, dislokasi setelah dilakukan reposisi. Kontraindikasi RICE pada kram otot, patah tulang terbuka, adanya luka pada kulit merupakan kontraindikasi penggunaan Ice dan Compression.
Penatalaksanaan cedera olahraga dengan:
a. Hentikan kegiatan olahraga
b. Lakukan prinsip RICE
1. Rest (istirahat).
Bagian tubuh yang cedera harus segera diistirahatkan, karena
gerakan aktif akan meningkatkan perdarahan dan pembengkakan yang terjadi
sehingga nyeri akan berlanjut. Bagian yang terluka segera diistirahatkan untuk
meminimalkan perdarahan dalam dan pembengkakan serta untuk mencegah
bertambah parahnya cedera.
2.Ice (es).
Bagian tubuh yang cedera dikompres dingin / es, bertujuan untuk terjadinya vasokontriksi lokal (pengurutan pembuluh darah lokal), mengurangi
terjadinya perdarahan dan pembengkakan, mengurangi rasa nyeri, mengurangi
reaksi inflamasi (peradangan) dan spasme otot. Mula-mula kompres dingin/es
dilakukan selama 15-20 menit setiap 1-2 jam, kemudian frekwensi diturunkan
secara bertahap sampai 24-48 jam disesuaikan dengan berat ringannya cedera yang
terjadi. Es batu menyebabkan pembuluh darah mengkerut, membantu mengurangi
peradangan dan nyeri.
3. Compression (balut tekan). Penggunaan bandage untuk balut telan pada daerah yang mengalami cedera akan menurunkan tingkat perdarahan dan mencegah terjadinya pembengkakan. Membungkus daerah yang mengalami cedera dengan perban elastik dan mengangkatnya sampai diatas jantung, akan membantu mengurangi pembengkakan.
Pengompresan dengan es batu dilakukan selama 10 menit. Suatu perban elastik bisa dililitkan secara longgar di sekeliling kantong es batu. Es mengurangi nyeri dan pembengkakan melalui beberapa cara.
Daerah yang mengalami cedera mengalami pembengkakan karena cairan merembes
dari dalam pembuluh darah. Dengan menyebabkan mengkerutnya pembuluh darah,
maka dingin akan mengurangi kecenderungan merembesnya cairan sehingga
mengurangi jumlah cairan dan pembengkakan di daerah yang terkena.
Menurunkan suhu kulit di sekitar daerah yang terkena bisa mengurangi nyeri dan
kejang otot. Dingin juga akan mengurangi kerusakan jaringan karena proses seluler
yang lambat.
Pengompresan dengan es batu terlalu lama bisa merusak jaringan.
Jika suhu sangat rendah (sampai sekitar 15 derajat Celsius), kulit akan memberikan
reaksi sebaliknya, yaitu menyebabkan melebarkan pembuluh darah. Kulit tampak
merah, teraba hangat dan gatal, juga bisa terluka.
Efek tersebut biasanya terjadi dalam waktu 9-16 menit setelah dilakukan
pengompresan dan akan berkurang dalam waktu sekitar 4-8 menit setelah es
diangkat. Karena itu es harus diangkat sebelum efek ini terjadi atau setelah 10
menit, baru dikompreskan lagi 10 menit kemudian.
4. Elevation (meninggikan). Bagian badan yang mengalami cedera diposisikan lebih
tinggi sehingga aliran arah ke bagian yang cedera berkurang. RICE dilakukan
selama 24-48 jam pertama sejak terjadinya cedera. Setelah itu dapat dilakukan
kombinasi kompres dingin dan hangat untuk memperbaiki vaskularisasi (sirkulasi)
jaringan yang cedera. Bagian yang mengalami cedera tetap diangkat, tetapi kompres
es dilepaskan selama 10 menit, setelah itu dikompres lagi selama 10 menit. Hal ini
dilakukan secara bergantian dalam waktu 1-1,5 jam.
Tindakan diatas bisa diulang sebanyak beberapa kali selama 24 jam pertama.
CaraLain
Penyuntikan kortikosteroid ke dalam sendi yang terluka atau jaringan di sekitarnya bisa mengurangi nyeri dan pembengkakan. Tetapi penyuntikan ini bisa memperlambat penyembuhan, meningkatkan resiko terjadinya kerusakan tendon dan tulang rawan dan memperburuk cedera karena memungkinkan penderita menggunakan sendinya yang terluka sebelum sembuh total.
PENCEGAHAN
Pemanasan sebelum melakukan latihan yang berat dapat membantu mencegah terjadinya cedera. Latihan ringan selama 3-10 menit akan menghangatkan otot sehingga otot lebih lentur dan tahan terhadap cedera. Metode pemanasan yang aktif lebih efektif daripada metode pasif seperti air hangat, bantalan pemanas, ultrasonik atau lampu infra merah. Metode pasif tidak menyebabkan bertambahnya sirkulasi darah secara berarti.
Pendinginan adalah mengurangi latihan secara bertahap sebelum latihan dihentikan.
Pendinginan mencegah terjadinya pusing dengan menjaga aliran darah. Jika latihan yang berat dihentikan secara tiba-tiba, darah akan terkumpul di dalam vena tungkai dan untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran darah ke kepala.
Pendinginan juga membantu membuang limbah metabolik (misalnya asam laktat dari otot), tetapi pendinginan tampaknya tidak mencegah sakit otot pada hari berikutnya, yang disebabkan oleh kerusakan serat-serat otot.
Latihan peregangan tampaknya tidak mencegah cedera, tetapi berfungsi memperpanjang otot sehingga otot bisa berkontraksi lebih efektif dan bekerja lebih baik. Untuk menghindari kerusakan otot karena peregangan, hendaknya peregangan dilakukan setelah pemanasan atau setelah berolah raga, dan setiap gerakan peregangan ditahan selama 10 hitungan.
Pelapis sepatu (ortotik) seringkali dapat memperbaiki masalah kaki seperti pronasi.
Pelapis ini sifatnya bisa lentur, agak kaku atau kaku dan panjangnya bervariasi, disesuaikan dengan sepatu yang digunakan.
Sepatu lari yang baik memiliki:
- sudut tumit yang kaku untuk mengendalikan gerakan bagian belakang kaki
- sebuah penyangga di sepanjang pelapis untuk mencegah pronasi yang berlebihan
- sebuah lubang sepatu yang diberik bantalan untuk menyokong pergelangan kaki.
Ukuran ortotik biasanya 1 nomor lebih kecil daripada ukuran sepatu yang digunakan
Pencegahan Olahraga:
1. Pemeriksaan awal sebelum melakukan olahraga untuk menentukan ada tidaknya
kontraindikasi dalam berolahraga
2. Melakukan olahraga sesuai dengan kaidah baik, benar, terukur dan teratur
3. Menggunakan sarana yang sesuai dengan olahraga yang dipilih (sepatu, kaos kaki,
pelindung , dll)
4. Memperhatikan kondisi prasarana olahraga seperti permukaan lapangan harus rata,
dll
5. Memperhatikan lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban udara sekelilingnya
Terapi fisik bisa berupa pemanasan, pendinginan, listrik, gelombang suara, penarikan (traksi) atau latihan di air, bisa dilakukan sebagai tambahan terhadap terapi latihan. Lamanya dilakukan terapi fisik tergantung kepada berat dan kompleksnya cedera yang terjadi.
Aktivitas atau olah raga yang menyebabkan cedera sebaiknya dihindari sampai cedera benar-benar sembuh. Lebih baik mengganti jenis olah raga daripada tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali, karena sama sekali tidak melakukan kegiatan bisa menyebabkan otot kehilangan massa, kekuatan dan ketahanannya.
(ddn/sehatbugar)
seperti ditulis instruktur kebugaran di AS, Sabrina Rogers dalam situs sportsinjurybulletin, ada 10 jenis cedera akibat olahraga.
1. Cedera lutut
Sekitar 55 persen cedera akibat aktivitas olahraga berupa cedera lutut. Cedera ini termasuk satu dari 40 kasus bedah ortopedi. Terbanyak terjadi pada sendi dan tulang rawan (retak), termasuk sakit dan nyeri yang terkait dengan tempurung lutut. Risiko tinggi terjadi pada pelari, perenang, step aerobic, pesepakbola, pebasket, pevoli, dan atlet cabang atletik. Ini karena lutut menjadi tumpuan, sehingga berpotensi terkena arthritis.
Pencegahan: Kenakan sepatu khusus dengan sol lembut dan ganti sol secara teratur. Pilih sepatu sesuai jenis olahraga dan mampu menopang berat tubuh. Istirahatkan kaki dalam jangka tertentu (minimal 2 x 24 jam) untuk mencegah beban berlebihan pada anggota tubuh. Jika lutut cedera, kompres es selama 20 menit untuk menghindari peradangan.
2. Cedera bahu
Sebanyak 20 persen cedera karena olahraga terjadi pada bahu, termasuk akibat salah posisi, salah urat, dan ketegangan otot. Olahraga yang rentan menimbulkan cedera ini yaitu tenis, renang, angkat beban, bisbol, dan voli. Penyebabnya, aktivitas berlebih dan gerakan yang salah di daerah bahu sehingga mengenai tendon (urat). Gejalanya nyeri, kaku pada bahu, otot terkilir, hingga tulang retak.
Pencegahan: Untuk olahraga yang rentan benturan (misalnya bisbol) gunakan pelindung khusus.
3. Cedera otot pergelangan kaki
Banyak terjadi pada pesebakbola, pemain hoki, pebasket, dan pevoli karena gerakan seperti melompat, berlari, dan berhenti mendadak menyebabkan tendon terjepit.
Pencegahan: Perkuat pergelangan kaki dengan naik turun tangga atau olahraga sejenisnya. Memakai pelindung kaki tidak menjamin keselamatan, tapi meminimalkan risiko.
4. Cedera siku
Tujuh persen cedera pada siku terjadi karena olahraga, seperti golf dan tenis. Penyebabnya karena beban berlebihan dan terus menerus di daerah siku sebagai tumpuan.
Pencegahan: Latihlah daerah lengan, misalnya memutar perlahan pergelangan tangan, dan lindungi siku dengan bebat khusus saat berolahraga.
5. Otot tertarik
Tidak melakukan pemanasan cukup, kelelahan otot, dan otot lemah, adalah beberapa sebabnya. Lari, joging, basket, dan sepakbola, adalah contoh olahraga paling potensial menimbulkan cedera ini.
Pencegahan: Latihan peregangan yang cukup sebelum dan sesudah berolahraga. Hindari berlatih saat tubuh Anda terasa lelah. Jangan berolahraga dulu sebelum Anda benar-benar pulih pascacedera, untuk menghindari cedera lebih berat.
6. Sakit punggung bagian bawah
Banyak dialami oleh orang yang duduk terlalu lama dan penderita obesitas. Rentan pula dialami pelari, pebalap sepeda, pegolf, petenis, dan pebisbol.
Pencegahan: Lakukan pemanasan sebelum, selama, dan sesudah berolahraga. Gerakan meluruskan punggung dengan menarik perlahan kedua tangan ke atas dan menekuk punggung ke samping.
7. Cedera tulang kering
Biasa menyerang pemula, yang berambisi ingin meningkatkan tahap latihan. Memakai alas kaki yang tidak sesuai dengan aktivitas. Termasuk melompat dan berlari di landasan yang keras.
Pencegahan: Pakailah alas kaki yang tepat, berlatih secara bertahap, peregangan, dan tidak berlebihan.
8. Cedera paha
Sepakbola, hoki, basket, olahraga dengan raket, dan voli. Selain daerah paha terasa nyeri yang sangat, juga terjadi pembengkakan pada otot paha.
Pencegahan: Peregangan sebelum berlatih, berlatih dengan intensitas bertahap, latihan menguatkan daerah kaki terutama paha.
9. Gegar otak
Cedera kategori berat akibat benturan. Gejalanya yaitu kehilangan kesadaran, sakit kepala hebat, amnesia, kehilangan keseimbangan, susah berkonsentrasi, pusing, dan mual. Biasa terjadi akibat kontak fisik, misalnya sepakbola, hoki, dan tinju.
Pencegahan: Perlindungan memakai helm tidak menjaminan aman untuk kepala. Jika mengalami benturan, segera cari pertolongan medis.
10. Salah urat
Cedera ini timbul karena salah gerak atau kelelahan pada tendon karena aktivitas berlebih. Paling banyak dialami pelari karena gerakan lari dan lompat.
Pencegahan: Peregangan cukup dan hindari gerakan menarik otot secara tiba-tiba dan memaksa. Jika cedera terjadi, jangan tergesa berlatih kembali sebelum kondisi benar-benar pulih.
Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Perawatan Dan Pencegahan Cedera (PPC)
Oleh:
Aang Solahudin Anwar
Nim 060168
PJKR B
PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2010
Posted on 10 juni 2010
Pencegahan Olahraga:
1. Pemeriksaan awal sebelum melakukan olahraga untuk menentukan ada tidaknya kontraindikasi dalam berolahraga
2. Melakukan olahraga sesuai dengan kaidah baik, benar, terukur dan teratur
3. Menggunakan sarana yang sesuai dengan olahraga yang dipilih (sepatu, kaos kaki, pelindung , dll)
4. Memperhatikan kondisi prasarana olahraga seperti permukaan lapangan harus rata, dll
5. Memperhatikan lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban udara sekelilingnya
Penatalaksanaan Cedera Olahraga
Pada umumnya penatalaksanaan cedera olahraga menggunakan prinsip RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) yang selalu diterapkan pada awal terjadinya cedera sebelum penanganan selanjutnya.
Indikasi RICE dilakukan pada cedera akut atau kronis eksaserbasi akut, seperti hematome (memar), sprain, strain, patah tulang tertutup, dislokasi setelah dilakukan reposisi. Kontraindikasi RICE pada kram otot, patah tulang terbuka, adanya luka pada kulit merupakan kontraindikasi penggunaan Ice dan Compression.
Penatalaksanaan cedera olahraga dengan:
a. Hentikan kegiatan olahraga
b. Lakukan prinsip RICE
1. Rest (istirahat). Bagian tubuh yang cedera harus segera diistirahatkan, karena gerakan aktif akan meningkatkan perdarahan dan pembengkakan yang terjadi sehingga nyeri akan berlanjut.
2. Ice (es). Bagian tubuh yang cedera dikompres dingin / es, bertujuan untuk terjadinya vasokontriksi lokal (pengurutan pembuluh darah lokal), mengurangi terjadinya perdarahan dan pembengkakan, mengurangi rasa nyeri, mengurangi reaksi inflamasi (peradangan) dan spasme otot. Mula-mula kompres dingin/es dilakukan selama 15-20 menit setiap 1-2 jam, kemudian frekwensi diturunkan secara bertahap sampai 24-48 jam disesuaikan dengan berat ringannya cedera yang terjadi.
3. Compression (balut tekan). Penggunaan bandage untuk balut telan pada daerah yang mengalami cedera akan menurunkan tingkat perdarahan dan mencegah terjadinya pembengkakan.
4. Elevation (meninggikan). Bagian badan yang mengalami cedera diposisikan lebih tinggi sehingga aliran arah ke bagian yang cedera berkurang. RICE dilakukan selama 24-48 jam pertama sejak terjadinya cedera. Setelah itu dapat dilakukan kombinasi kompres dingin dan hangat untuk memperbaiki vaskularisasi (sirkulasi) jaringan yang cedera.
c. Tidak boleh dilakukan pemijatan atau diurut.
DIarsipkan di bawah: Kesehatan Olahraga | Ditandai: cedera olahraga, kesehatan, Kesehatan Olahraga
Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga (2)
Written by David
Thursday, 19 March 2009 10:14
Spiritfutsal-19 Maret 2009, Jakarta
PENGOBATAN
Penatalaksanaan Cedera Olahraga
Pada umumnya penatalaksanaan cedera olahraga menggunakan prinsip RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) yang selalu diterapkan pada awal terjadinya cedera sebelum penanganan selanjutnya.
Indikasi RICE dilakukan pada cedera akut atau kronis eksaserbasi akut, seperti hematome (memar), sprain, strain, patah tulang tertutup, dislokasi setelah dilakukan reposisi. Kontraindikasi RICE pada kram otot, patah tulang terbuka, adanya luka pada kulit merupakan kontraindikasi penggunaan Ice dan Compression.
Penatalaksanaan cedera olahraga dengan:
a. Hentikan kegiatan olahraga
b. Lakukan prinsip RICE
1. Rest (istirahat).
Bagian tubuh yang cedera harus segera diistirahatkan, karena
gerakan aktif akan meningkatkan perdarahan dan pembengkakan yang terjadi
sehingga nyeri akan berlanjut. Bagian yang terluka segera diistirahatkan untuk
meminimalkan perdarahan dalam dan pembengkakan serta untuk mencegah
bertambah parahnya cedera.
2.Ice (es).
Bagian tubuh yang cedera dikompres dingin / es, bertujuan untuk terjadinya vasokontriksi lokal (pengurutan pembuluh darah lokal), mengurangi
terjadinya perdarahan dan pembengkakan, mengurangi rasa nyeri, mengurangi
reaksi inflamasi (peradangan) dan spasme otot. Mula-mula kompres dingin/es
dilakukan selama 15-20 menit setiap 1-2 jam, kemudian frekwensi diturunkan
secara bertahap sampai 24-48 jam disesuaikan dengan berat ringannya cedera yang
terjadi. Es batu menyebabkan pembuluh darah mengkerut, membantu mengurangi
peradangan dan nyeri.
3. Compression (balut tekan). Penggunaan bandage untuk balut telan pada daerah yang mengalami cedera akan menurunkan tingkat perdarahan dan mencegah terjadinya pembengkakan. Membungkus daerah yang mengalami cedera dengan perban elastik dan mengangkatnya sampai diatas jantung, akan membantu mengurangi pembengkakan.
Pengompresan dengan es batu dilakukan selama 10 menit. Suatu perban elastik bisa dililitkan secara longgar di sekeliling kantong es batu. Es mengurangi nyeri dan pembengkakan melalui beberapa cara.
Daerah yang mengalami cedera mengalami pembengkakan karena cairan merembes
dari dalam pembuluh darah. Dengan menyebabkan mengkerutnya pembuluh darah,
maka dingin akan mengurangi kecenderungan merembesnya cairan sehingga
mengurangi jumlah cairan dan pembengkakan di daerah yang terkena.
Menurunkan suhu kulit di sekitar daerah yang terkena bisa mengurangi nyeri dan
kejang otot. Dingin juga akan mengurangi kerusakan jaringan karena proses seluler
yang lambat.
Pengompresan dengan es batu terlalu lama bisa merusak jaringan.
Jika suhu sangat rendah (sampai sekitar 15 derajat Celsius), kulit akan memberikan
reaksi sebaliknya, yaitu menyebabkan melebarkan pembuluh darah. Kulit tampak
merah, teraba hangat dan gatal, juga bisa terluka.
Efek tersebut biasanya terjadi dalam waktu 9-16 menit setelah dilakukan
pengompresan dan akan berkurang dalam waktu sekitar 4-8 menit setelah es
diangkat. Karena itu es harus diangkat sebelum efek ini terjadi atau setelah 10
menit, baru dikompreskan lagi 10 menit kemudian.
4. Elevation (meninggikan). Bagian badan yang mengalami cedera diposisikan lebih
tinggi sehingga aliran arah ke bagian yang cedera berkurang. RICE dilakukan
selama 24-48 jam pertama sejak terjadinya cedera. Setelah itu dapat dilakukan
kombinasi kompres dingin dan hangat untuk memperbaiki vaskularisasi (sirkulasi)
jaringan yang cedera. Bagian yang mengalami cedera tetap diangkat, tetapi kompres
es dilepaskan selama 10 menit, setelah itu dikompres lagi selama 10 menit. Hal ini
dilakukan secara bergantian dalam waktu 1-1,5 jam.
Tindakan diatas bisa diulang sebanyak beberapa kali selama 24 jam pertama.
CaraLain
Penyuntikan kortikosteroid ke dalam sendi yang terluka atau jaringan di sekitarnya bisa mengurangi nyeri dan pembengkakan. Tetapi penyuntikan ini bisa memperlambat penyembuhan, meningkatkan resiko terjadinya kerusakan tendon dan tulang rawan dan memperburuk cedera karena memungkinkan penderita menggunakan sendinya yang terluka sebelum sembuh total.
PENCEGAHAN
Pemanasan sebelum melakukan latihan yang berat dapat membantu mencegah terjadinya cedera. Latihan ringan selama 3-10 menit akan menghangatkan otot sehingga otot lebih lentur dan tahan terhadap cedera. Metode pemanasan yang aktif lebih efektif daripada metode pasif seperti air hangat, bantalan pemanas, ultrasonik atau lampu infra merah. Metode pasif tidak menyebabkan bertambahnya sirkulasi darah secara berarti.
Pendinginan adalah mengurangi latihan secara bertahap sebelum latihan dihentikan.
Pendinginan mencegah terjadinya pusing dengan menjaga aliran darah. Jika latihan yang berat dihentikan secara tiba-tiba, darah akan terkumpul di dalam vena tungkai dan untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran darah ke kepala.
Pendinginan juga membantu membuang limbah metabolik (misalnya asam laktat dari otot), tetapi pendinginan tampaknya tidak mencegah sakit otot pada hari berikutnya, yang disebabkan oleh kerusakan serat-serat otot.
Latihan peregangan tampaknya tidak mencegah cedera, tetapi berfungsi memperpanjang otot sehingga otot bisa berkontraksi lebih efektif dan bekerja lebih baik. Untuk menghindari kerusakan otot karena peregangan, hendaknya peregangan dilakukan setelah pemanasan atau setelah berolah raga, dan setiap gerakan peregangan ditahan selama 10 hitungan.
Pelapis sepatu (ortotik) seringkali dapat memperbaiki masalah kaki seperti pronasi.
Pelapis ini sifatnya bisa lentur, agak kaku atau kaku dan panjangnya bervariasi, disesuaikan dengan sepatu yang digunakan.
Sepatu lari yang baik memiliki:
- sudut tumit yang kaku untuk mengendalikan gerakan bagian belakang kaki
- sebuah penyangga di sepanjang pelapis untuk mencegah pronasi yang berlebihan
- sebuah lubang sepatu yang diberik bantalan untuk menyokong pergelangan kaki.
Ukuran ortotik biasanya 1 nomor lebih kecil daripada ukuran sepatu yang digunakan
Pencegahan Olahraga:
1. Pemeriksaan awal sebelum melakukan olahraga untuk menentukan ada tidaknya
kontraindikasi dalam berolahraga
2. Melakukan olahraga sesuai dengan kaidah baik, benar, terukur dan teratur
3. Menggunakan sarana yang sesuai dengan olahraga yang dipilih (sepatu, kaos kaki,
pelindung , dll)
4. Memperhatikan kondisi prasarana olahraga seperti permukaan lapangan harus rata,
dll
5. Memperhatikan lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban udara sekelilingnya
Terapi fisik bisa berupa pemanasan, pendinginan, listrik, gelombang suara, penarikan (traksi) atau latihan di air, bisa dilakukan sebagai tambahan terhadap terapi latihan. Lamanya dilakukan terapi fisik tergantung kepada berat dan kompleksnya cedera yang terjadi.
Aktivitas atau olah raga yang menyebabkan cedera sebaiknya dihindari sampai cedera benar-benar sembuh. Lebih baik mengganti jenis olah raga daripada tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali, karena sama sekali tidak melakukan kegiatan bisa menyebabkan otot kehilangan massa, kekuatan dan ketahanannya.
(ddn/sehatbugar)
seperti ditulis instruktur kebugaran di AS, Sabrina Rogers dalam situs sportsinjurybulletin, ada 10 jenis cedera akibat olahraga.
1. Cedera lutut
Sekitar 55 persen cedera akibat aktivitas olahraga berupa cedera lutut. Cedera ini termasuk satu dari 40 kasus bedah ortopedi. Terbanyak terjadi pada sendi dan tulang rawan (retak), termasuk sakit dan nyeri yang terkait dengan tempurung lutut. Risiko tinggi terjadi pada pelari, perenang, step aerobic, pesepakbola, pebasket, pevoli, dan atlet cabang atletik. Ini karena lutut menjadi tumpuan, sehingga berpotensi terkena arthritis.
Pencegahan: Kenakan sepatu khusus dengan sol lembut dan ganti sol secara teratur. Pilih sepatu sesuai jenis olahraga dan mampu menopang berat tubuh. Istirahatkan kaki dalam jangka tertentu (minimal 2 x 24 jam) untuk mencegah beban berlebihan pada anggota tubuh. Jika lutut cedera, kompres es selama 20 menit untuk menghindari peradangan.
2. Cedera bahu
Sebanyak 20 persen cedera karena olahraga terjadi pada bahu, termasuk akibat salah posisi, salah urat, dan ketegangan otot. Olahraga yang rentan menimbulkan cedera ini yaitu tenis, renang, angkat beban, bisbol, dan voli. Penyebabnya, aktivitas berlebih dan gerakan yang salah di daerah bahu sehingga mengenai tendon (urat). Gejalanya nyeri, kaku pada bahu, otot terkilir, hingga tulang retak.
Pencegahan: Untuk olahraga yang rentan benturan (misalnya bisbol) gunakan pelindung khusus.
3. Cedera otot pergelangan kaki
Banyak terjadi pada pesebakbola, pemain hoki, pebasket, dan pevoli karena gerakan seperti melompat, berlari, dan berhenti mendadak menyebabkan tendon terjepit.
Pencegahan: Perkuat pergelangan kaki dengan naik turun tangga atau olahraga sejenisnya. Memakai pelindung kaki tidak menjamin keselamatan, tapi meminimalkan risiko.
4. Cedera siku
Tujuh persen cedera pada siku terjadi karena olahraga, seperti golf dan tenis. Penyebabnya karena beban berlebihan dan terus menerus di daerah siku sebagai tumpuan.
Pencegahan: Latihlah daerah lengan, misalnya memutar perlahan pergelangan tangan, dan lindungi siku dengan bebat khusus saat berolahraga.
5. Otot tertarik
Tidak melakukan pemanasan cukup, kelelahan otot, dan otot lemah, adalah beberapa sebabnya. Lari, joging, basket, dan sepakbola, adalah contoh olahraga paling potensial menimbulkan cedera ini.
Pencegahan: Latihan peregangan yang cukup sebelum dan sesudah berolahraga. Hindari berlatih saat tubuh Anda terasa lelah. Jangan berolahraga dulu sebelum Anda benar-benar pulih pascacedera, untuk menghindari cedera lebih berat.
6. Sakit punggung bagian bawah
Banyak dialami oleh orang yang duduk terlalu lama dan penderita obesitas. Rentan pula dialami pelari, pebalap sepeda, pegolf, petenis, dan pebisbol.
Pencegahan: Lakukan pemanasan sebelum, selama, dan sesudah berolahraga. Gerakan meluruskan punggung dengan menarik perlahan kedua tangan ke atas dan menekuk punggung ke samping.
7. Cedera tulang kering
Biasa menyerang pemula, yang berambisi ingin meningkatkan tahap latihan. Memakai alas kaki yang tidak sesuai dengan aktivitas. Termasuk melompat dan berlari di landasan yang keras.
Pencegahan: Pakailah alas kaki yang tepat, berlatih secara bertahap, peregangan, dan tidak berlebihan.
8. Cedera paha
Sepakbola, hoki, basket, olahraga dengan raket, dan voli. Selain daerah paha terasa nyeri yang sangat, juga terjadi pembengkakan pada otot paha.
Pencegahan: Peregangan sebelum berlatih, berlatih dengan intensitas bertahap, latihan menguatkan daerah kaki terutama paha.
9. Gegar otak
Cedera kategori berat akibat benturan. Gejalanya yaitu kehilangan kesadaran, sakit kepala hebat, amnesia, kehilangan keseimbangan, susah berkonsentrasi, pusing, dan mual. Biasa terjadi akibat kontak fisik, misalnya sepakbola, hoki, dan tinju.
Pencegahan: Perlindungan memakai helm tidak menjaminan aman untuk kepala. Jika mengalami benturan, segera cari pertolongan medis.
10. Salah urat
Cedera ini timbul karena salah gerak atau kelelahan pada tendon karena aktivitas berlebih. Paling banyak dialami pelari karena gerakan lari dan lompat.
Pencegahan: Peregangan cukup dan hindari gerakan menarik otot secara tiba-tiba dan memaksa. Jika cedera terjadi, jangan tergesa berlatih kembali sebelum kondisi benar-benar pulih.
Abdurrahman Bin Auf sebagai tauladan umat Islam
ABBDURRAHMAN BIN AUF.
Ketika mendengar suara hiruk-pikuk, Aisyah sontak bertanya, “Apakah yang telah terjadi di kota Madinah?”
“Kafilah Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya,” seseorang menjawab.
Ummul Mukminin berkata lagi, “Kafilah yang telah menyebabkan semua ini?”
“Benar, ya Ummul Mukminin. Karena ada 700 kendaraan.”
Aisyah menggeleng-gelengkan kepalanya. Pandangannya jauh menerawang seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat dan didengarnya.
Kemudian ia berkata, “Aku ingat, aku pernah mendengar Rasululah berkata, `Kulihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan.”
Sebagian sahabat mendengar itu. Mereka pun menyampaikannya kepada Abdurrahman bin Auf. Alangkah terkejutnya saudagar kaya itu. Sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskan, ia segera melangkahkan kakinya ke rumah Aisyah.
“Engkau telah mengingatkanku sebuah hadits yang tak mungkin kulupa.” Abdurrahman bin Auf berkata lagi, “Maka dengan ini aku mengharap dengan sangat agar engkau menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut ken¬daraan dan perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah.”
Dan dibagikanlah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya. Sebuah infak yang mahabesar.
Abdurrahman bin Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya. Bukan seorang budak yang diken¬dalikan oleh hartanya. Sebagai bukti, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkan harta ke¬mudian menyimpannya. Ia mengumpulkan harta dengan jalan yang halal.
Kemudian, harta itu tidak ia nikmati sendirian. Keluarga, kaum kerabatnya, saudara-saudaranya dan masyarakat ikut juga menikmati kekayaan Abdurrahman bin Auf.
Saking kayanya Abdurrahman bin Auf, seseorang pernah berkata, “Seluruh penduduk Madinah bersatu dengan Abdur¬rahman bin Auf. Sepertiga hartanya dipinjamkan kepada mereka. Sepertiga lagi dipergunakannya untuk membayar utang-utang mereka. Dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-bagikan kepada mereka.”
Abdurahman bin Auf sadar bahwa harta kekayaan yang ada padanya tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya jika tidak ia pergunakan untuk membela agama Allah dan membantu kawan-kawannya. Adapun, jika ia memikirkan harta itu untuk dirinya, ia selalu ragu saja.
Pada suatu hari, dihidangkan kepada Abdurahman bin Auf makanan untuk berbuka puasa. Memang, ketika itu ia tengah berpuasa. Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya. Tetapi, beberapa saat kemudian ia malah menangis dan berkata, “Mush’ab bin Umair telah gugur sebagai seorang syahid. Ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku. Ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya, maka kelihatan kakinya. Dan jika ditutupkan kedua kakinya, terbuka kepalanya.”
Abdurrahman bin Auf berhenti sejenak. Kemudian melanjutkan dengan suara yang juga masih terisak dan berat, “Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku. Ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir telah didahulukan pahala kebaikan kami.”
Begitulah Abdurrahman bin Auf. Ia selalu takut bahwa hartanya hanya akan memberatkan dirinya di hadapan Allah. Ketakutan itu sering sekali, akhirnya menumpahkan air matanya. Padahal, ia tidak pernah mengambil harta yang haram sedikitpun.
Pada hari lain, sebagian sahabat berkumpul bersama Abdurrahman bin Auf menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama setalah makanan diletakkan di hadapan mereka, tiba-tiba ia kembali menangis. Sontak para sahabat terkejut. Mereka pun bertanya, “Kenapa kau menangis, wahai Abdurrahman bin Auf?”
Abdurrahman bin Auf sejenak tidak menjawab. Ia menangis tersedu-sedu. Sahabat benar-benar melihat bahwa be¬tapa halusnya hati seorang Abdurrahman bin Auf. Ia mudah tersentuh dan begitu penuh kekhawatiran akan segala apa yang diperbuatnya di dunia ini.
Kemudian terdengar Abdurrahman bin Auf menjawab, “Rasulullah saw. wafat dan belum pernah beliau berikut keluarganya makan roti gandum sampai kenyang. Apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan?”
Jika sudah begini, bukan hanya Abdurrahman bin Auf yang menangis, para sahabat pun akan ikut menangis. Mereka adalah orang-orang yang hatinya mudah tersentuh, dekat dengan Allah dan tak pernah berhenti mengharap ridha Allah. (sa)
Ketika mendengar suara hiruk-pikuk, Aisyah sontak bertanya, “Apakah yang telah terjadi di kota Madinah?”
“Kafilah Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya,” seseorang menjawab.
Ummul Mukminin berkata lagi, “Kafilah yang telah menyebabkan semua ini?”
“Benar, ya Ummul Mukminin. Karena ada 700 kendaraan.”
Aisyah menggeleng-gelengkan kepalanya. Pandangannya jauh menerawang seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat dan didengarnya.
Kemudian ia berkata, “Aku ingat, aku pernah mendengar Rasululah berkata, `Kulihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan.”
Sebagian sahabat mendengar itu. Mereka pun menyampaikannya kepada Abdurrahman bin Auf. Alangkah terkejutnya saudagar kaya itu. Sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskan, ia segera melangkahkan kakinya ke rumah Aisyah.
“Engkau telah mengingatkanku sebuah hadits yang tak mungkin kulupa.” Abdurrahman bin Auf berkata lagi, “Maka dengan ini aku mengharap dengan sangat agar engkau menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut ken¬daraan dan perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah.”
Dan dibagikanlah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya. Sebuah infak yang mahabesar.
Abdurrahman bin Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya. Bukan seorang budak yang diken¬dalikan oleh hartanya. Sebagai bukti, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkan harta ke¬mudian menyimpannya. Ia mengumpulkan harta dengan jalan yang halal.
Kemudian, harta itu tidak ia nikmati sendirian. Keluarga, kaum kerabatnya, saudara-saudaranya dan masyarakat ikut juga menikmati kekayaan Abdurrahman bin Auf.
Saking kayanya Abdurrahman bin Auf, seseorang pernah berkata, “Seluruh penduduk Madinah bersatu dengan Abdur¬rahman bin Auf. Sepertiga hartanya dipinjamkan kepada mereka. Sepertiga lagi dipergunakannya untuk membayar utang-utang mereka. Dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-bagikan kepada mereka.”
Abdurahman bin Auf sadar bahwa harta kekayaan yang ada padanya tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya jika tidak ia pergunakan untuk membela agama Allah dan membantu kawan-kawannya. Adapun, jika ia memikirkan harta itu untuk dirinya, ia selalu ragu saja.
Pada suatu hari, dihidangkan kepada Abdurahman bin Auf makanan untuk berbuka puasa. Memang, ketika itu ia tengah berpuasa. Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya. Tetapi, beberapa saat kemudian ia malah menangis dan berkata, “Mush’ab bin Umair telah gugur sebagai seorang syahid. Ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku. Ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya, maka kelihatan kakinya. Dan jika ditutupkan kedua kakinya, terbuka kepalanya.”
Abdurrahman bin Auf berhenti sejenak. Kemudian melanjutkan dengan suara yang juga masih terisak dan berat, “Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku. Ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir telah didahulukan pahala kebaikan kami.”
Begitulah Abdurrahman bin Auf. Ia selalu takut bahwa hartanya hanya akan memberatkan dirinya di hadapan Allah. Ketakutan itu sering sekali, akhirnya menumpahkan air matanya. Padahal, ia tidak pernah mengambil harta yang haram sedikitpun.
Pada hari lain, sebagian sahabat berkumpul bersama Abdurrahman bin Auf menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama setalah makanan diletakkan di hadapan mereka, tiba-tiba ia kembali menangis. Sontak para sahabat terkejut. Mereka pun bertanya, “Kenapa kau menangis, wahai Abdurrahman bin Auf?”
Abdurrahman bin Auf sejenak tidak menjawab. Ia menangis tersedu-sedu. Sahabat benar-benar melihat bahwa be¬tapa halusnya hati seorang Abdurrahman bin Auf. Ia mudah tersentuh dan begitu penuh kekhawatiran akan segala apa yang diperbuatnya di dunia ini.
Kemudian terdengar Abdurrahman bin Auf menjawab, “Rasulullah saw. wafat dan belum pernah beliau berikut keluarganya makan roti gandum sampai kenyang. Apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan?”
Jika sudah begini, bukan hanya Abdurrahman bin Auf yang menangis, para sahabat pun akan ikut menangis. Mereka adalah orang-orang yang hatinya mudah tersentuh, dekat dengan Allah dan tak pernah berhenti mengharap ridha Allah. (sa)
Langganan:
Postingan (Atom)