Sabtu, 29 Desember 2012

kohesivitas dalam tim (Psikologi Olahraga)

Team Cohesivitas 




PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
            Manusia diciptakan Tuhan tidak hanya sebagai mahkluk individu akan tetapi sebagai mahkluk sosial juga. Sebagai mahkluk individu, manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri terutama saat berhubungan dengan kepentingan pribadinya sendiri, misalnya saat beribadah kepada pencipta-Nya atau orang muslim sering mengistilahkan dengan kata Habnuminallah. Sedangkan manusia sebagai mahkluk sosial berarti bahwa sebagai manusia tidak dapat hidup tanpa kehadiran ataupun bantuan dari manusia yang lainnya atau orang lain. Itu artinya manusia memerlukan bantuan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk itu manusia perlu berinteraksi atau berhubungan dengan manusia lainnya untuk bekerja sama saling memenuhi kebutuhan hidupnya (Habnuminannas).
            Begitu pula halnya dalam olahraga, baik atlet, pelatih, official, maupun orang yang terlibat dalam olahraga semuanya saling berinteraksi, berhubungan, berkomunikasi dan bekerja sama karena dalam olahraga semua saling berhubungan dan saling membutuhkan serta saling mempengaruhi. Kekompakan, kerja sama setiap orang yang berkecimpung dalam dunia olahraga sangat penting. Bakat seorang pemain dapat memenangkan sebuah pertandingan, tetapi kerjasama sebuah tim akan dapat memenangkan sebuah kejuaraan (Jordan, 1994). Dari pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa bakat seseorang hanya dapat memenangkan tim hanya dalam sebuah pertandingan, akan tetapi kerjasama yang kompak dalam sebuah tim akan memenangkan sebuah kejuaraan.
            Kekompakan menjadi hal pokok bagi sebuah tim untuk mencapai prestasi maksimal. Kekompakan sendiri secara umum dapat didefinisikan sebagai tingkatan dimana anggota suatu kelompok atau tim merasa saling terikat pada kelompoknya. Agar dapat terciptanya kekompakan, kerjasama yang baik, kebersamaan, diperlukan pengertian, komitmen untuk mau berkorban oleh setiap anggota tim, guna mencapai prestasi yang terbaik.
            Apabila kohesi kelompok sudah terjalin dengan sangat baik, maka yang terjadi selanjutnya ialah akan terbentuk yang namanya kekuatan kelompok. Cartwright dan Zander (dalam Husdarta, 2011:106) mengungkapkan “kohesi kelompok yang tinggi mampu menumbuhkan loyalitas terhadap kelompok dan hal ini bisa menumbuhkan kekuatan kelompok.” Agar menjadi sebuah kelompok yang mempunyai kekuatan, maka dalam kelompok tersebut harus mempunyai kohesivitas yang tinggi.
2.      Rumusan Masalah
      Kohesivines merupakan hal wajib yang harus ada dalam sebuah kelompok., bagaimana sebuah kelompok bisa menjadi suatu kekuatan yang besar apabila tidak terjalin kohesivines didalamnya. Untuk itu penting sekali untuk mengkaji faktor apa saja yang bisa menimbulkan kohesivines dalam kelompok?
3.      Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengkaji literature tentang faktor apa saja yang bisa menimbulkan kohesivitas.

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Cohesiveness
            Dewi (2007) memberikan defenisi bahwa “kekompakan adalah bekerja sama secara teratur dan rapi, bersatu padu dalam menghadapi suatu pekerjaan yang biasanya ditandai adanya saling ketergantungan.” Selanjutnya Mangkuprawira (2009) menyatakan bahwa “kekompakan (cohesiveness) adalah tingkat solidaritas dan perasaan positif yang ada dalam diri seseorang terhadap kelompoknya.” Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa kohesivines merupakan suatu keadaan dari sekumpulan individu-individu yang menggambarkan keeratan hubungan diantara mereka di dalam sebuah tim atau kelompok.
Festinger, et al., (1950) memberikan definisi tentang kohesi yaitu: “cohesiveness was viewed as the sum of forces that cause members to remain in the group”. Dalam konsep tersebut kohesi dipandang sebagai sejumlah tenaga yang menyebabkan anggotanya betah tetap tinggal dalam kelompoknya. Gross dan Martin (1951) mengemukakan kohesi merupakan kebalikan dari definsi sebelumnya: “cohesiveness dipandang sebagai sesuatu penolakan terhadap kekuatan yang akan mengganggu/mengacaukan kelompok atau tim. Kedua konsep tersebut, dapat dilihat pada Gambar 2.1.





Konsep pandangan tentang kohesi: (A) menunjukkan kohesi sebagai suatu kekuatan yang menarik dan menyebabkan para atlet tetap betah dalam kelompok; (B) menunjukkan kohesi sebagai penolakan terhadap kekuatan yang mengganggu/mengacaukan kelompok.
           
Lebih lanjut Carron (1982) mengatakan: “cohesiveness is the dynamic process which is reflected in the tendency for a group to stick together and remain united in the pursuit of its goals and objectives”. Kohesi merupakan proses dinamis yang direfleksikan dalam kecenderungan kelompok untuk tetap bersama dan menyatu dalam mencapai tujuan. Dalam definisi tersebut, ada dua aspek yang perlu digarisbawahi: Pertama, dinamis merupakan sebuah pengakuan terhadap cara anggota kelompok secara individu yang merasakan orang lain dan kelompok beserta tujuannya yang berubah-ubah sepanjang waktu. Umumnya semakin lama tinggal bersama dalam kelompok, semakin kuat pertalian yang terjalin. Tetapi cohesiveness tidak  statis, ia berkembang dan menurun sedikit-sedikit, kemudian memperbaharui diri kembali dan meningkat lagi, dan menurun kembali sedikit-demi sedikit. Pola ini berulang-ulang  sepanjang arah keberadaan kelompok. Kedua, tujuan kelompok, tujuan ini sangat kompleks dan beragam, sehingga kohesi mempunyai banyak dimensi.

B.     Cohesiveness Kelompok
            Kekompakan tim diartikan sebagai kekuatan sosial yang muncul untuk mempertahankan daya tarik diantaranya anggota kelompoknya dan melawan kelompok-kelompok yang di anggap mengganggu Itu berarti salah satu yang menyebabkan timbulnya kekompakan tim ialah adanya kepahaman antar anggotanya dan saling bahu membahu untuk mempertahankan anggotanya dari perlawanan kelompok lain. Menurut West (2002) ada lima hal yang bisa menjadi bahan latihan kekompakan dalam sebuah tim, yaitu:
1.      Komunikasi, meliputi kelancaran komunikasi, tepat dan akurat menyampaikan informasi, dan saling terbuka
2.      Respek satu sama lain, meliputi memahami kebutuhan dan mendengarkan pendapat pihak lain, memberikan feedback konstruktif serta memberi apresiasi.
3.      Kesiapan menerima tantangan, kegigihan dan ketekunan dalam bekerja.
4.      Kerja sama, meliputi kemampuan memahami pentingnya komitmen, kepercayaan, penyelesaian masalah bersama, kejelasan tujuan, memberi dukungan dan motivasi, serta mengakui kesuksesan.
5.      Kepemimpinan, baik memimpin orang lain, tim, maupun memimpin diri sendiri..
            Kekompakan ditandai dengan kuatnya hubungan antar anggota tim yang saling merasakan adanya ketergantungan dalam urutan tugas, ketergantungan hasil yang ingin dicapai dan komitmen yang tinggi sebagai bagian dari sebuah tim. Carron 1982, Carron et al 1985 and Hausenblas 1998 dalam buku The Social Psychology of Exercise and Sport mengusulkan kerangka konseptual dari kekompakan tim dalam olahraga yang menyangkut beberapa faktor yang berkonstribusi terhadap pembentukan kekompakan tim dan  hasil yang didapatkan dari kekompakan tim. Kerangkanya bisa dilihat di bawah ini.


Carron’s (1982) model of antecedents and outcomes of group
cohesion in sport
Source: Carron (1982: 131)

Dalam menumbuhkan kohesi kelompok ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu:
1.      Saling menghormati dan meningkatkan rasa toleransi, baik antara sesama atlet maupun antara atlet dengan pelatih.
2.      Menciptakan pola hubungan komunikasi yang efektif baik antara sesama atlet maupun antara atlet dengan pelatih.
3.      Menumbuhkan rasa sebagai anggota yang berarti bagi kelompok, dengan jalan memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap upaya keras dan pengorbanan yang diberikan atlet dan pelatih, serta dukungan moral dari sesama atlet termasuk oleh pelatih.
4.      Menumbuhkan keyakinan, kesediaan dan komitmen yang tinggi untuk menerima dan berupaya mencapai tujuan bersama.
5.      Perlakuan yang bijak dan adil bagi setiap atlet, serta memperoleh kesempatan yang sama untuk mengembangkan minat dan bakat secara optimal.

C.    Faktor-faktor yang berkonstribusi Terhadap Kohesivines Kelompok
           Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terbentuknya kekompakan tim menurut Carron’s (1982) ialah faktor individu, faktor tim, faktor kepemimpinan dan faktor lingkungan. Sedangkan yang menjadi goal nya ialah meliputi individu (sasaran utamanya tingkah laku) dan tim (kestabilan tim). Dibawah ini dijelaskan mengenai faktor-faktor tersebut:
1.      Faktor Individu
           Faktor individu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kekompakan tim. Setiap anggota tim mempunyai kemampuan, sifat perilaku, keinginan, masalah dan tugas yang berbeda beda. Interaksi ini menimbulkan terjadinya sebuah dinamika tim dan grup sendiri. Sering dalam tim terjadi perbedaan pendapat, perselisihan bahkan pertengkaran antar anggota. Tentunya hal ini dapat memberi pengaruh negatif terhadap tim yang dapat mempengaruhi prestasi tim sendiri. Oleh karena itu diperlukan kebersamaan, saling pengertian dan kerjasama dalam tim agar terjadi iklim positif di dalam tubuh tim yang dapat menunjang prestasi.
           Faktor individu mencerminkan adanya kekuatan dari masing-masing anggota tim untuk mencapai tujuan bersama dan memotivasinya untuk berhasil mencapai tujuan tersebut. Motivasi merupakan salah satu kunci agar atlet atau tim olahraga dapat berprestasi maksimal. Sedangkan kekompakan dapat menjadi salah satu pendorong motivasi menjadi lebih besar. Motivasi juga menyangkut masalah ketertarikan atlet sebagai tim terhadap kehidupan tim , seperti dorongan menyatu dalam tim, semangat untuk mencapai tujuan bersama, orientasi terhadap tim, dorongan untuk memenuhi kebutuhan dalam tim, dan kerjasama dalam tim. Yang semuanya itu akan berdampak pada kepuasaan dari seluruh anggota tim.
2.      Faktor Tim
            Setiap tim memiliki sebuah struktur atau susunan tertentu yang disesuaikan dengan tugas dan kewajibannya atau sesuai dengan posisinya. Agar dalam sebuah grup individu dapat menjadi sebuah tim yang efektif penting untuk membentuk struktur yang memiliki karakter. Ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni:
·         Peran Kelompok
Sebuah peran diberikan kepada anggota tim disesuaikan dengan posisinya di dalam grup. Sebagai contoh, seperti seorang pelatih yang bertugas untuk melatih, membuat program latihan, dan berhubungan dengan ofisial sekolah dan menjadi contoh yang baik. Dalam peran kelompok ada beberapa peran yang bisa menjadikan kekompakan tim diantaranya ialah peran formal melawan informal, kejelasan peran, penerimaan peran, konflik peran.
·         Norma Kelompok
Norma adalah level penampilan, pola perilaku, atau keyakinan. Di dalam tim olahraga norma mungkin meliputi latihan perilaku, pakaian, potongan rambut, interaksi antara pemain pendatang baru dengan pemain veteran atau siapa yang memegang control saat situasi kritis. Dalam norma kelompok ada beberapa poin yang bisa menjadikan kekompakan tim diantaranya ialah norma untuk produktifitas, norma positif, modifikasi norma tim.
Faktor tim termasuk variabel psikologis yang beroperasi pada tingkat kelompok, seperti norma kelompok dan keberhasilan kolektif. Ini berkaitan dengan faktor-faktor pribadi seperti tugas self-efficacy.
3.      Faktor Kepemimpinan
            Kepemimpinan dalam tim terlihat dalam gaya-gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pelatih (salah satunya) dalam tim, filosofis pemimpin, pengambilan keputusan, pembagian tugas, dan wewenang dalam tim. Kepemimpinan dalam tim sebagian besar atau seringkali dipegang oleh seorang pelatih atau manjer dan kapten tim sendiri. Gaya kepemimpinan berpengaruh dalam dinamika tim karena dapat menimbulkan reaksi yang beraneka ragam dalam tubuh tim atau setiap anggotanya.
            Itu berarti faktor kepemimpinan dapat mempengaruhi kekompakan langsung maupun tidak langsung dan memiliki potensi untuk mempengaruhi kekompakan kelompok. Dalam hal ini, yang menjadi pemimpin (pelatih, kapten, manajer) mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memotivasi anggotanya atau atletnya sehingga mereka bisa dan merasa mampu mengemban tugasnya dengan baik. Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dapat menjadikan anggotanya merasa kebutuhannya dapat terpenuhi, dan dirinya sendiri merasa anggotanya dapat memenuhi kebutuhannya. Efektifitas pemimpin pada dasarnya dipengaruhi oleh tiga faktor yang kompleks, yaitu:
a)      Faktor individu pemimpin. Faktor ini menyangkut kepada kualitas individual pemimpin yang berpengaruh langsung terhadap efektivitas pemimpin seperti usia dan pengalaman; kompetensi teknis; dan gaya yang digunakan dalam memimpin.
b)      Faktor pengikut. Faktor ini menyangkut kualitas perilaku kepemimpinan yang baik memerlukan pemahaman tentang para pengikutnya ataui orang-orang yang dipimpin. Dapat diyakini bahwa kepribadian, sifat, watak, dan perilaku pengikut mempunyai pengaruh yang besar terhadap efektivitas pemimpin. Beberapa sifat pengikut yang penting untuk dipertimbangkan adalah kebutuhan berafiliasi, kebutuhan mencapai sesuatu, mengharapkan hadiah (reward), kebutuhan untuk tidak tergantung pada orang lain, penerimaan pada otoritas dan toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity). Adanya hubungan antara sifat pengikut dengan efektivitas pemimpin secara parsial dapat terbukti dari fakta-fakta bahwa tipe sifat tertentu dari pengikut akan merespon dengan baik atau sebaliknya merespon dengan buruk terhadap gaya kepemimpinan tertentu yang diterapkan pemimpin.
c)      Faktor kondisi lingkungan. Faktor ini terdapat pada saat pelaksanaan tugas dan akan berpengaruh terhadap efektif atau tidaknya pemimpin. Beberapa faktor lingkungan yang dapat berpengaruh adalah sifat tugas, derajat ketertekanan (stress), kejelasan peran, ukuran kelompok, kendala waktu, dan ketergantungan tugas.
Ketiga faktor tersebut, saling berinteraksi dalam proses berlangsungnya aktivitas masing-masing faktor dan akan memberikan warna tersendiri dan andil dalam hal menjadikan efektif atau tidaknya kepemimpinan. Apabila faktor-faktor itu dapat berada pada kondisi yang saling mendukung, maka akan terjadilah kepemimpinan yang benar-benar efektif.
4.      Faktor Lingkungan
            Faktor lingkungan merupakan faktor terakhir yang mendukung terjadinya kekompakan tim. Dalam faktor lingkungan situasi kedekatan diri (fisik) di kehidupan sehari-hari dapat menjadikan antar individu semakin dekat. Dengan seringnya seseorang menghabiskan waktu bersama-sama maka itu akan lebih cenderung kompak. Penelitian telah menunjukkan bahwa tim menghabiskan lebih banyak waktu bersama-sama di kamp pelatihan lebih cenderung menjadi sangat kompak (Rainey dan Schweickert 1988) dalam Hagger and Nikos. (2005).
            Dari ke empat faktor yang telah diuraikan diatas maka yang menjadi sasaran atau goal ialah kekompakan tim. Dan dari kekompakan tim yang menjadi tujuannya ialah menjadikan individu mempunyai tingkah laku yang baik yang mencakup seluruh performa individu tersebut. Sedangkan tujuan keduanya ialah menjadikan tim yang stabil dalam performa.


KESIMPULAN

Berdasarkan kajian literature pada pembahasan dapat disimpulkan:
1.      Kohesivines diartikan sebagai suatu keadaan dari sekumpulan individu-individu yang menggambarkan keeratan hubungan diantara mereka di dalam sebuah tim atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
2.      Faktor-faktor yang berkonstribusi terhadap terwujudnya kohesivines dalam sebuah tim atau kelompok ialah faktor individu, faktor tim, faktor kepemimpinan dan faktor lingkungan.













DAFTAR PUSTAKA

Carron Albert. V. (1982). Social Psychology of Sport. New York: Wilcox Press, Inc.
Hagger, Martin and Chatzisarantis, Nikos. (2005). The Social Psychology of Exercise and Sport.

Husdarta. (2011). Psikologi Olahraga. Bandung: Alfabeta
Noname. (2011). Dinamika Tim. [online]. Tersedia http://penjaskes-pendidikanjasmanikesehatan.blogspot.com/2011/10/dinamika-tim-dan-grup-mata-kuliah.html
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar