|
Team Cohesivitas
|
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Manusia diciptakan
Tuhan tidak hanya sebagai mahkluk
individu akan
tetapi sebagai mahkluk sosial
juga. Sebagai mahkluk individu, manusia
bertanggung jawab atas dirinya sendiri terutama saat berhubungan dengan kepentingan pribadinya
sendiri, misalnya saat beribadah
kepada pencipta-Nya
atau orang muslim sering mengistilahkan dengan kata Habnuminallah. Sedangkan
manusia sebagai mahkluk sosial berarti bahwa sebagai manusia tidak dapat hidup
tanpa kehadiran ataupun bantuan dari manusia yang lainnya atau orang lain. Itu artinya manusia
memerlukan bantuan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk itu manusia
perlu berinteraksi atau berhubungan dengan manusia lainnya untuk bekerja sama
saling memenuhi kebutuhan hidupnya (Habnuminannas).
Begitu pula halnya dalam olahraga, baik atlet,
pelatih, official, maupun orang yang terlibat dalam olahraga semuanya saling
berinteraksi, berhubungan, berkomunikasi dan bekerja sama karena dalam olahraga
semua saling berhubungan dan saling
membutuhkan
serta saling mempengaruhi.
Kekompakan,
kerja sama setiap orang yang berkecimpung dalam dunia olahraga sangat penting.
Bakat seorang pemain dapat memenangkan sebuah pertandingan, tetapi kerjasama
sebuah tim akan dapat memenangkan sebuah kejuaraan (Jordan, 1994). Dari pendapat
tersebut bisa disimpulkan bahwa bakat seseorang hanya dapat memenangkan tim
hanya dalam sebuah pertandingan, akan tetapi kerjasama yang kompak dalam sebuah
tim akan memenangkan sebuah kejuaraan.
Kekompakan menjadi hal pokok bagi sebuah tim untuk
mencapai prestasi maksimal. Kekompakan sendiri secara umum dapat didefinisikan
sebagai tingkatan dimana anggota suatu kelompok atau tim merasa saling terikat
pada kelompoknya. Agar dapat terciptanya kekompakan, kerjasama yang baik,
kebersamaan, diperlukan pengertian, komitmen untuk mau berkorban oleh setiap
anggota tim, guna mencapai prestasi yang terbaik.
Apabila kohesi kelompok sudah terjalin dengan sangat baik,
maka yang terjadi selanjutnya ialah akan terbentuk yang namanya kekuatan
kelompok. Cartwright dan Zander (dalam Husdarta, 2011:106) mengungkapkan
“kohesi kelompok yang tinggi mampu menumbuhkan loyalitas terhadap kelompok dan
hal ini bisa menumbuhkan kekuatan kelompok.” Agar menjadi sebuah kelompok yang
mempunyai kekuatan, maka dalam kelompok tersebut harus mempunyai kohesivitas
yang tinggi.
2.
Rumusan Masalah
Kohesivines merupakan hal wajib yang
harus ada dalam sebuah kelompok., bagaimana sebuah kelompok bisa menjadi suatu
kekuatan yang besar apabila tidak terjalin kohesivines didalamnya. Untuk itu
penting sekali untuk mengkaji faktor apa saja yang bisa menimbulkan kohesivines
dalam kelompok?
3.
Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk
mengkaji literature tentang faktor apa saja yang bisa menimbulkan kohesivitas.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Cohesiveness
Dewi (2007) memberikan defenisi bahwa “kekompakan adalah bekerja sama
secara teratur dan rapi, bersatu padu dalam menghadapi suatu pekerjaan yang biasanya
ditandai adanya saling ketergantungan.” Selanjutnya Mangkuprawira (2009)
menyatakan bahwa “kekompakan (cohesiveness) adalah tingkat solidaritas
dan perasaan positif yang ada dalam diri seseorang terhadap kelompoknya.” Dari
penjelasan di atas jelaslah bahwa kohesivines merupakan suatu keadaan dari
sekumpulan individu-individu yang menggambarkan keeratan hubungan diantara
mereka di dalam sebuah tim atau kelompok.
Festinger, et al.,
(1950) memberikan definisi tentang kohesi yaitu: “cohesiveness was viewed as the sum of forces that cause members to
remain in the group”. Dalam konsep tersebut kohesi dipandang sebagai
sejumlah tenaga yang menyebabkan anggotanya betah tetap tinggal dalam
kelompoknya. Gross dan Martin (1951) mengemukakan kohesi merupakan kebalikan
dari definsi sebelumnya: “cohesiveness dipandang sebagai sesuatu penolakan
terhadap kekuatan yang akan mengganggu/mengacaukan kelompok atau tim. Kedua
konsep tersebut, dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Konsep pandangan tentang kohesi: (A) menunjukkan
kohesi sebagai suatu kekuatan yang menarik dan menyebabkan para atlet tetap
betah dalam kelompok; (B) menunjukkan kohesi sebagai penolakan terhadap
kekuatan yang mengganggu/mengacaukan kelompok.
Lebih lanjut Carron
(1982) mengatakan: “cohesiveness is the
dynamic process which is reflected in the tendency for a group to stick
together and remain united in the pursuit of its goals and objectives”.
Kohesi merupakan proses dinamis yang direfleksikan dalam kecenderungan kelompok
untuk tetap bersama dan menyatu dalam mencapai tujuan. Dalam definisi tersebut,
ada dua aspek yang perlu digarisbawahi: Pertama, dinamis merupakan sebuah
pengakuan terhadap cara anggota kelompok secara individu yang merasakan orang
lain dan kelompok beserta tujuannya yang berubah-ubah sepanjang waktu. Umumnya
semakin lama tinggal bersama dalam kelompok, semakin kuat pertalian yang
terjalin. Tetapi cohesiveness
tidak statis, ia berkembang dan menurun
sedikit-sedikit, kemudian memperbaharui diri kembali dan meningkat lagi, dan
menurun kembali sedikit-demi sedikit. Pola ini berulang-ulang sepanjang arah keberadaan kelompok. Kedua, tujuan
kelompok, tujuan ini sangat kompleks dan beragam, sehingga kohesi mempunyai
banyak dimensi.
B.
Cohesiveness Kelompok
Kekompakan tim diartikan
sebagai kekuatan sosial yang muncul untuk mempertahankan daya tarik diantaranya
anggota kelompoknya dan melawan kelompok-kelompok yang di anggap mengganggu Itu
berarti salah satu yang menyebabkan timbulnya kekompakan tim ialah adanya
kepahaman antar anggotanya dan saling bahu membahu untuk mempertahankan
anggotanya dari perlawanan kelompok lain. Menurut
West (2002) ada lima hal yang bisa menjadi bahan latihan kekompakan dalam
sebuah tim, yaitu:
1.
Komunikasi,
meliputi kelancaran komunikasi, tepat dan akurat menyampaikan informasi, dan
saling terbuka
2.
Respek
satu sama lain, meliputi memahami kebutuhan dan mendengarkan pendapat pihak
lain, memberikan feedback konstruktif serta memberi apresiasi.
3.
Kesiapan
menerima tantangan, kegigihan dan ketekunan dalam bekerja.
4.
Kerja
sama, meliputi kemampuan memahami pentingnya komitmen, kepercayaan,
penyelesaian masalah bersama, kejelasan tujuan, memberi dukungan dan motivasi,
serta mengakui kesuksesan.
5.
Kepemimpinan,
baik memimpin orang lain, tim, maupun memimpin diri sendiri..
Kekompakan
ditandai dengan kuatnya hubungan antar anggota tim yang saling merasakan adanya
ketergantungan dalam urutan tugas, ketergantungan hasil yang ingin dicapai dan
komitmen yang tinggi sebagai bagian dari sebuah tim. Carron
1982, Carron et al 1985 and Hausenblas 1998 dalam buku The Social Psychology of Exercise and Sport mengusulkan kerangka
konseptual dari kekompakan tim dalam olahraga yang menyangkut beberapa faktor
yang berkonstribusi terhadap pembentukan kekompakan tim dan hasil yang didapatkan dari kekompakan tim.
Kerangkanya bisa dilihat di bawah ini.
Carron’s
(1982) model of antecedents and outcomes of group
cohesion
in sport
Source: Carron (1982:
131)
Dalam menumbuhkan
kohesi kelompok ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu:
1.
Saling menghormati dan meningkatkan rasa toleransi, baik
antara sesama atlet maupun antara atlet dengan pelatih.
2.
Menciptakan pola hubungan komunikasi yang efektif baik
antara sesama atlet maupun antara atlet dengan pelatih.
3.
Menumbuhkan rasa sebagai anggota yang berarti bagi
kelompok, dengan jalan memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap upaya
keras dan pengorbanan yang diberikan atlet dan pelatih, serta dukungan moral
dari sesama atlet termasuk oleh pelatih.
4.
Menumbuhkan keyakinan, kesediaan dan komitmen yang tinggi
untuk menerima dan berupaya mencapai tujuan bersama.
5. Perlakuan
yang bijak dan adil bagi setiap atlet, serta memperoleh kesempatan yang sama
untuk mengembangkan minat dan bakat secara optimal.
C.
Faktor-faktor yang berkonstribusi Terhadap Kohesivines Kelompok
Faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap terbentuknya kekompakan tim menurut Carron’s (1982) ialah faktor
individu, faktor tim, faktor kepemimpinan dan faktor lingkungan. Sedangkan yang
menjadi goal nya ialah meliputi individu (sasaran utamanya tingkah laku) dan
tim (kestabilan tim). Dibawah ini dijelaskan mengenai faktor-faktor tersebut:
1.
Faktor Individu
Faktor
individu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kekompakan tim.
Setiap anggota
tim mempunyai kemampuan, sifat perilaku, keinginan, masalah dan tugas yang
berbeda beda. Interaksi ini menimbulkan terjadinya sebuah dinamika tim dan grup
sendiri. Sering dalam tim terjadi perbedaan pendapat, perselisihan bahkan
pertengkaran antar anggota. Tentunya hal ini dapat memberi pengaruh negatif terhadap
tim yang dapat mempengaruhi prestasi tim sendiri. Oleh karena itu diperlukan
kebersamaan, saling pengertian dan kerjasama dalam tim agar terjadi iklim
positif di dalam tubuh tim yang dapat menunjang prestasi.
Faktor individu mencerminkan adanya
kekuatan dari masing-masing anggota tim untuk mencapai tujuan bersama dan
memotivasinya untuk berhasil mencapai tujuan tersebut. Motivasi
merupakan salah satu kunci agar atlet atau tim olahraga dapat berprestasi
maksimal. Sedangkan kekompakan dapat menjadi salah satu pendorong motivasi
menjadi lebih besar. Motivasi juga menyangkut masalah ketertarikan atlet
sebagai tim terhadap kehidupan tim , seperti dorongan menyatu dalam tim,
semangat untuk mencapai tujuan bersama, orientasi terhadap tim, dorongan untuk
memenuhi kebutuhan dalam tim, dan kerjasama dalam tim. Yang semuanya itu akan berdampak
pada kepuasaan dari seluruh anggota tim.
2.
Faktor Tim
Setiap tim memiliki
sebuah struktur atau susunan tertentu yang
disesuaikan dengan tugas dan kewajibannya atau sesuai dengan posisinya. Agar dalam sebuah grup
individu dapat menjadi sebuah tim yang efektif penting untuk membentuk struktur
yang memiliki karakter. Ada
dua hal yang harus
diperhatikan, yakni:
·
Peran Kelompok
Sebuah peran
diberikan kepada anggota tim disesuaikan dengan posisinya di dalam grup.
Sebagai contoh,
seperti seorang pelatih yang bertugas untuk melatih, membuat program
latihan, dan berhubungan dengan ofisial sekolah dan menjadi contoh yang baik. Dalam peran kelompok ada beberapa
peran yang bisa menjadikan kekompakan tim diantaranya ialah peran formal
melawan informal,
kejelasan peran, penerimaan peran, konflik peran.
·
Norma Kelompok
Norma adalah level penampilan, pola perilaku, atau
keyakinan. Di dalam tim olahraga norma mungkin meliputi latihan perilaku,
pakaian, potongan rambut, interaksi antara pemain pendatang baru dengan pemain
veteran atau siapa yang memegang control saat situasi kritis. Dalam norma kelompok ada beberapa poin yang bisa menjadikan
kekompakan tim diantaranya ialah norma untuk produktifitas, norma positif, modifikasi norma
tim.
Faktor
tim termasuk variabel psikologis yang beroperasi pada tingkat kelompok, seperti
norma kelompok dan keberhasilan kolektif. Ini berkaitan
dengan
faktor-faktor pribadi seperti tugas self-efficacy.
3.
Faktor
Kepemimpinan
Kepemimpinan
dalam tim terlihat dalam
gaya-gaya kepemimpinan yang dilakukan
oleh pelatih (salah satunya) dalam tim, filosofis pemimpin,
pengambilan keputusan, pembagian tugas, dan wewenang dalam tim. Kepemimpinan
dalam tim sebagian besar atau seringkali dipegang oleh seorang pelatih atau
manjer dan kapten tim sendiri. Gaya kepemimpinan berpengaruh dalam dinamika tim
karena dapat menimbulkan reaksi yang beraneka ragam dalam tubuh tim atau setiap
anggotanya.
Itu
berarti faktor kepemimpinan dapat mempengaruhi kekompakan langsung maupun tidak
langsung dan memiliki potensi untuk mempengaruhi kekompakan kelompok. Dalam hal
ini, yang menjadi pemimpin (pelatih, kapten, manajer) mempunyai tanggung jawab
yang besar untuk memotivasi anggotanya atau atletnya sehingga mereka bisa dan
merasa mampu mengemban tugasnya dengan baik. Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dapat menjadikan
anggotanya merasa kebutuhannya dapat terpenuhi, dan dirinya sendiri merasa
anggotanya dapat memenuhi kebutuhannya. Efektifitas pemimpin pada dasarnya
dipengaruhi oleh tiga faktor yang
kompleks, yaitu:
a) Faktor individu pemimpin. Faktor ini menyangkut
kepada kualitas individual pemimpin yang berpengaruh langsung terhadap
efektivitas pemimpin seperti usia dan pengalaman; kompetensi teknis; dan gaya
yang digunakan dalam memimpin.
b) Faktor pengikut. Faktor ini menyangkut
kualitas perilaku kepemimpinan yang baik memerlukan pemahaman tentang para
pengikutnya ataui orang-orang yang dipimpin. Dapat diyakini bahwa kepribadian, sifat, watak, dan
perilaku pengikut mempunyai pengaruh yang besar terhadap efektivitas pemimpin.
Beberapa sifat pengikut yang penting untuk dipertimbangkan
adalah kebutuhan berafiliasi, kebutuhan mencapai sesuatu, mengharapkan hadiah
(reward), kebutuhan untuk tidak
tergantung pada orang lain, penerimaan pada otoritas dan toleransi terhadap kemenduaan
(ambiguity). Adanya hubungan antara sifat pengikut dengan efektivitas pemimpin
secara parsial dapat terbukti dari fakta-fakta bahwa tipe sifat tertentu dari pengikut akan merespon
dengan baik atau sebaliknya merespon dengan buruk terhadap gaya kepemimpinan
tertentu yang diterapkan pemimpin.
c) Faktor kondisi lingkungan. Faktor ini terdapat
pada saat pelaksanaan tugas dan akan berpengaruh terhadap efektif atau tidaknya
pemimpin. Beberapa faktor lingkungan yang dapat berpengaruh adalah
sifat tugas, derajat ketertekanan (stress), kejelasan peran, ukuran kelompok, kendala waktu, dan ketergantungan tugas.
Ketiga faktor tersebut, saling berinteraksi
dalam proses berlangsungnya aktivitas masing-masing faktor dan akan memberikan
warna tersendiri dan andil dalam hal menjadikan efektif atau tidaknya
kepemimpinan. Apabila faktor-faktor itu dapat
berada pada kondisi yang saling mendukung, maka akan terjadilah kepemimpinan
yang benar-benar efektif.
4.
Faktor
Lingkungan
Faktor
lingkungan merupakan faktor terakhir yang mendukung terjadinya kekompakan tim.
Dalam faktor lingkungan situasi kedekatan diri (fisik) di kehidupan sehari-hari
dapat menjadikan antar individu semakin dekat. Dengan seringnya seseorang
menghabiskan waktu bersama-sama maka itu akan lebih cenderung kompak. Penelitian telah
menunjukkan bahwa tim menghabiskan lebih banyak waktu bersama-sama di kamp
pelatihan lebih cenderung menjadi sangat kompak
(Rainey
dan Schweickert 1988) dalam Hagger
and Nikos. (2005).
Dari ke empat faktor yang telah diuraikan diatas maka
yang menjadi sasaran atau goal ialah kekompakan tim. Dan dari kekompakan tim
yang menjadi tujuannya ialah menjadikan individu mempunyai tingkah laku yang
baik yang mencakup seluruh performa individu tersebut. Sedangkan tujuan
keduanya ialah menjadikan tim yang stabil dalam performa.
KESIMPULAN
Berdasarkan kajian literature pada pembahasan dapat
disimpulkan:
1. Kohesivines
diartikan sebagai suatu keadaan dari
sekumpulan individu-individu yang menggambarkan keeratan hubungan diantara
mereka di dalam sebuah tim atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang
telah ditetapkan.
2. Faktor-faktor yang
berkonstribusi terhadap terwujudnya kohesivines dalam sebuah tim atau kelompok
ialah faktor individu, faktor tim, faktor kepemimpinan dan faktor lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Carron Albert. V. (1982). Social
Psychology of Sport. New York: Wilcox Press, Inc.
Hagger,
Martin and Chatzisarantis, Nikos. (2005). The
Social Psychology of Exercise and Sport.
Husdarta. (2011). Psikologi Olahraga. Bandung: Alfabeta
Noname.
(2011). Dinamika Tim. [online].
Tersedia http://penjaskes-pendidikanjasmanikesehatan.blogspot.com/2011/10/dinamika-tim-dan-grup-mata-kuliah.html